Ketika wanita perlu jeda – Kapan terakhir kali kamu meluangkan waktu untuk dirimu sendiri? Atau jangan – jangan kamu telah melupakannya?
Setelah kehilangan gigi taring, perasaan minder dan perasaan tidak cantik menghantuiku. Akibatnya wajahku menekuk seperti panekuk berhari – hari. Jelek sekali!
Senyum lebar yang sudah menjadi ciri khas, musnah. Berganti dengan muka masam. Seperti anak kecil, aku menangisi gigi yang tanggal selama dua hari, lebih lama ketika Bobo – kucingku yang mati. Phuff…
Tentang hati wanita dan Ibu
Alih – alih produktif menulis, aku lebih memilih mojok, menekuri nasib. Aku kehilangan kontrol atas diriku sendiri, dan membiarkan imajinasi liar mempengaruhi. Andai aaa …
Kupegang gigi taring, dan berharap peri gigi datang menumbuhkan gigiku. Akibatnya, suasana rumah ikut bermuram durja, seperti kehilangan ruh.
Menurut tausiah Dr. Aisyah Dahlan, jika seorang istri bahagia dan tenang, maka suami ikut tenang, dan anak jauh lebih tenang. Sebaliknya, jika hati seorang istri gelisah, maka suami dan anak ikut kecipratan kegelisahan kita.
PRAK
Endah, maukah kamu terus begitu? Badanku semriwing mendengar pertanyaan yang kulemparkan sendiri. Sekedar membayangkan rumah tegang, membuat tubuhku tak nyaman.
Menyadari hal itu, pelan – pelan, aku mulai menerima kondisi saat ini, kemudian mengubahnya dengan fokus menemukan kelebihan diri.
Awalnya memang tidak mudah, saat bercermin, mataku masih tertuju pada gigiku yang ompong (ha ha). Jujur, tiap menatap gigiku, rasa percaya diriku, ambrol.
I need more time. Aku perlu ruang untuk menyepi. Menerima suatu hal yang tidak kita ingini sulit, dan membutuhkan lebih banyak waktu.
Affirmasi saat Jeda
Setelah merasa kuat, barulah aku melakukan affirmasi positif, seraya menatap lekat bayangan mataku di depan cermin.
Endah, look, you are still beautiful as you are.
Kemudian aku meredesign otak, merelease dengan menulis semua ketakutan dan mengubahnya menjadi pengharapan. Ajaib, walaupun belum 100 persen hilang, setidaknya 90 persen terangkat masalahnya.
Istri dan Ibu ibarat “JIWA DAN TIANG” – nya rumah. Macam mana rumah bersinar dan kokoh, jika jiwa dan tiang ya saja, loyo, kotor dan digerogoti rayap.
Bagaimana suami dan anakku nyaman dan betah berada di rumah, jika kusuguhi muka masam, macam serigala lagi PMS? Bagaimana anakku bisa menjadi tangguh bila melihat emaknya suka mengeluh, ngomel, muka masam dan banyak drama? Oh no!
I should change myself to make a better life. So my daughter know how to be taught woman. Not just complain and has a lot of drama.
Maka, mau tidak mau, sebagai seorang Istri dan Ibu, kupaksa diriku kuat, menerima semua gempuran ujian termasuk insecure dari dalam diriku sendiri.
Meskipun, realitanya tak semudah yang diucapkan. Aku perlu waktu untuk kembali tegak berdiri dan tersenyum menatap hari. Kupeluk diriku lebih sering.
“Oke Endah, murungnya jangan lama – lama, ya!”
Ketika wanita perlu istirahat
Aku senang setelah menemukan kembali soul yang membuatku kembali bergairah menjalani hari. Aku bahagia, ketika mendapati langkah ini kembali ringan, lebih tegap dan tidak lesu. Terlepas dari permasalahan hidup yang kuhadapi.
Tapi hei, bukankah semua orang memiliki struglenya masing – masing? Tinggal bagaimana mereka menyikapinya.
Ada yang tegar, ada yang memakai topeng berlapis – lapis, supaya terlihat kuat, padahal aslinya begitu rapuh. Ini jelas – jelas tak ada kamus hidupku.
Dalam pergaulan baik itu di dunia nyata dan maya, aku menyukai mempresentasikan diriku seapa adanya, tanpa kepura – puraan.
Hidup sudah sulit, ngapain aku capek – capek memakai topeng berlayer – layer demi mendapat pengakuan orang lain? Sibuk menutup kebohongan satu dengan kebohongan lain. Ujung – ujungnya bikin lelah lahir bathin.
Aku mengerti, hidup dengan kepura – puraan itu melelahkan. Sebab, sungguh suatu keniscayaan memiliki hidup yang benar – benar sempurna seperti tampilan hidup artis di media sosial.
Toh, di saat kita terpuruk, nobody will care with us. Pemikiran itu tidak ujug – ujug aku paham. Rentetan pengalaman yang aku alami membuatku tersadar. Oh, ternyata begini, ya. Tidak semua yang ditampilkan selaras dengan kenyataan.
Dari situ aku lebih mengenal diriku lebih dalam. Aku yang ambisius, suka mengontrol dan pengennya serba cepat, mulai menerima semua yang datang, baik – buruk, dan berupaya untuk tetap menjaga sikap husnudzon kepada Allah.
Walaupun terkadang tidak berjalan sempurna, tapi aku paham, aku manusia biasa.
Pelajaran mengambil jeda
Dulu, aku berpikir, mengambil waktu jeda itu, haruslah pergi ke luar rumah, mencari udara segar, pergi ke destinasi wisata seperti pantai, air terjun atau taman bunga.
Ternyata, di rumahpun bisa. Intropeksi diri dengan beribadah. Membaca buku, sembari sembari mendengarkan musik dan menyesap segelas Teh Dandang Melati yang kental. Rasanya luar biasa nikmat. Hal sederhana yang tak pernah kupikir sebelumnya.
Alunan musik nan lembut, menghirup aroma teh yang wangi, melenakan dan melembutkan syaraf – syaraf yang tegang.
Kulepaskan berjuta -juta rasa syukur, ketika menikmati moment jeda bersama teh. Kemudian memberikan inspirasi menulis buku, Novel maupun memasak.
Ya, terkadang kita suka lupa waktu, bahwa kita perlu jeda sesaat, mengembalikan kewarasan dan kembali menjadi diri kita seutuhnya.
Sekedar catatan pengingat diri, gak apa – apa sedih, gak apa – apa menangis, gak apa – apa insecure, asal jangan lama – lama!
Selanjutnya, aku mau menulis tentang olahan Teh Dandang. Aku menyukai rasa dan aroma melati yang kental teh ini. Tunggu, ya.