Listen to your heart – Ini bukan tentang lagu Roxette, tapi tentang kegelisahan hati. Beberapa hari ini, saya sering fight dengan diri sendiri. Otak saya yang ambisius terus memaksa menggali ide, sedangkan hati dan badan saya enggan melaksanakannya.
Saya bertanya kepada diri sendiri, Ya Allah, apakah yang saya lakukan ini benar? Kenapa jalannya berliku sekali? Tolong deh beri petunjuk, supaya saya tidak tersesat.
Sejujurnya, membuat konten memasak dan menulis novel sepanjang waktu tanpa libur itu sulit. Ada kalanya saya kelelahan. Masalahnya saya terlalu dablek mau eksis di semua media sosial. Padahal, untuk membuat kamu ternotice, media sosial menginginkan kamu bermain – main dulu di sana, berinteraksi, bukan asal posting lalu menghilang.
Bayangkan jika kamu punya Linkedin, Youtube, Instagram, Facebook, Tiktok, Twitter, dan setidaknya kamu harus mengalokasikan free time untuk berinteraksi, setidaknya 30 menit/day/media sosial. Totalnya sekitar 3 jam.
Belum lagi, kamu harus memikirkan ide membuat konten dan menulis novel/blog. Itu butuh effort yang kuat, dan itu tidak semudah membalikkan tangan.
Apa sih yang saya cari?
Pertanyaan ini menghantui saya, apa sih yang saya cari? Sekedar sharing atau mengejar uang? Kenapa saya getol sekali menghabiskan waktu di media sosial?
Apakah saya mulai termakan omongan influencer, bahwa mendapatkan uang di internet itu gampang?!!
Bicara masalah uang memang sensitif, dan menjadi pemikiran saya cukup lama. Siapa sih yang gak mau mendapatkan uang dari berbagai sumber?
Masalahnya semakin saya mengejar uang, ada perdebatan bathin yang menganggu kenyamanan diri, dan akhirnya membuat saya tidak enjoy melakukan apa yang saya suka.
Jangankan memikirkan uang, membicarakan uang saja membuat badan saya tidak enak, jantung berdetak lebih cepat, nerveous dan seperti dikejar – kejar setan.
Saya tidak pernah merasa nyaman berada di lingkungan yang ambisius mengejar uang, dan tak pernah ragu untuk menjauh dari teman – teman yang suka pamer maupun teman yang pikirannya uang melulu.
Entah ini akibat masa lalu karena sering melihat orang tua dikejar rentenir, atau memang faktor X yang saya tidak tahu.
Kan aneh banget, ketika otak saya ambisius pengen mencapai goal dalam tanda kutip pengen membuat pekerjaan dan mendapat income. Di sisi lain, hati meminta saya untuk let go semua yang saya kerjakan. Just do well and let universe do the rest. Believe in God,
Ini sering menjadi pertentangan, dan sering menjadi tanda tanya, apa sih yang Allah mau kasih?
Ketika telpon rusak
Saya punya Android yang sudah saya pakai 5 tahun. Memorinya kecil, ponsel tersebut saya pakai untuk ambil video. Kemudian saya dapat lungsuran dari putri saya, memorinya lebih besar. Ini sekarang yang saya pakai.
Nah, tempo hari ponsel tersebut rusak dan perlu diperbaiki. Sehingga membuat saya vacuum posting dua hari. Biasanya saya posting Youtube dua kali sehari, IG dua kali/hari, dan Tiktok 4 kali sehari untuk menarik algoritma, viewer dan menarik organic follower.
Yang saya pelajari, untuk Tiktok tiap video awalnya dilempar ke 200 pengguna dulu, ketika banyak yang menyukai, setelah itu baru dilempar ke 1000 pengguna. Begitu seterusnya.
Setelah itu saya posting seperti biasa. Akan tetapi setelah saya analisa, viewer tiktok turun drastic secara signifikan. Ini mengejutkan dan memperjelas komen – komen yang saya baca. Bahwa Tiktok menginginkan kamu menghabiskan banyak waktu dengan mereka. Ketika kamu tidak posting, maka akan turun.
Ini jelas menyedihkan dan semakin menyadarkan saya. Apa sih yang saya cari? Kenapa saya cenderung banyak menghabiskan waktu di situ, dan mulai mengurangi aktifitas spiritual yang biasa saya lakukan.
Step back
Pemberontakan hati, mungkin bisa dibilang sebagai warning, Nduk alon – alon. Jika memang sudah rezekimu tidak akan ke mana.
Masalahnya lagi, follower, like, komen bisa dibeli, bahkan centang biru sekarang bisa dibeli. Asal kamu punya uang, kamu bebas mendapatkan apa yang kamu mau, dan kita pada akhirnya menjadi “mainan” orang – orang elit. Supaya menghabiskan uang ke sana.
Mereka memang pintar dan memenuhi FOMO pengguna media sosial.
Hal ini menurut saya menjadi tidak menarik lagi, karena saya maunya tetap lurus, dan mengandalkan kreatifitas saja. Pilihan terjal yang saya pilih.
Hhhh… sepertinya saya salah, selama ini saya greedy dan pengen semuanya berhasil, kenyataannya tidak demikian. Jadi, semalam saya menonactivkan satu media sosial yaitu. Tiktok.
Alasannya sederhana, they took too much informations and times than other social media. Maaf, ya, kalau kamu mengikuti saya di situ, saya tidak aktif lagi di sana.
Semua ini kesalahan saya, ketika saya mengikuti emosi, tanpa berpikir lebih panjang. Kok jadi ceritanya ke mana – mana. Heheheh… hadeh,
So, kembali ke niat awal, berbagi dan selebihnya biarkan semesta mengerjakannya. Right now I want to hear what my feeling said.
What about you, did you felt like me, just listen to your heart then.
Salam cinta dari Bali