The savory of Indonesia tentang filosofi jajanan pasar #1 – Sayangnya, meskipun memiliki rasa enak, jajanan pasar kerap kurang diminati oleh milenial.
Dibalik bentuknya yang sederhana, terkandung muatan filosofi yang bisa kita serap, guna menambah wawasan kehidupan yang tidak akan kalian temukan pada kue – kue kekinian.
Disadari atau tidak, kita menjadi manusia minderan, kita terlalu berkiblat ke Luar Negeri, dan menganggap apa yang kita punya adalah kuno. Orang – orang berlomba – lomba memamerkan makanan kekinian dengan harga fantastic ke media sosial, untuk mendapatkan validasi mereka ‘lebih keren’.
Sebaliknya, apa ada yang percaya diri memamerkan ke media sosial sedang makan jaje laklak, lepet, klepon atau tiwul?
Indonesia kaya akan kuliner. Mulai dari Sabang sampai Merauke memiliki sajian spesifik yang membedakan dengan daerah lain.
Kekhasan yang meliputi bahan yang digunakan, cara pengolahan, peralatan yang digunakan hingga cara penyajian hidangan tersebut.
Berbicara mengenai kuliner Indonesia, tak lengkap rasanya bila tidak mengulik tentang jajan pasar.
Disebut jajanan pasar, karena awalnya, jajanan ini dijual di pasar. Setelah itu, berkembang ke stand – stand di pinggir jalan yang khusus menjual aneka jajan. Hadir saat pagi hari, lalu menyasar warung – warung kecil di komplek perumahan.
Mengingat kebiasaan kita minum kopi ditemani dengan jajanan. Maka tak heran bila jajanan pasar masih diserbu oleh masyarakat, selain gorengan. Malah ada yang menggunakan jajanan pasar sebagai ‘pengganjal perut’.
Di warung langganan saya, selain gorengan, jajan pasar mudah sekali ditemukan, dan laris manis, buat sarapan maupun teman ngopi pagi hari. Harga perbiji mulai 1000 perak hingga 3000 Rupiah.
Tahukah kamu, jajanan tradisional asli khas Indonesia menggunakan umbi – umbian. Namun, perlahan kataristik jajanan tradisonal mulai terpengaruhi oleh kedatangan negara asing seperti China dan bangsa – bangsa barat lainnya.
Jajanan pasar yang menggunakan tepung beras adalah pengaruh dari budaya China. Sedangkan jajanan pasar yang menggunakan tepung terigu menyerap budaya barat.
The Savory of Indonesia tentang filosofi jajanan pasar #1
Tak tanggung – tanggung, jajanan yang nenek moyang kita buat, memiliki nilai historis dan makna yang dalam yang bisa kita ambil hikmahnya. Berikut contohnya:
Onde – onde, jajanan pasar yang terbuat dari tepung ketan dan memiliki rasa nutty ini, dulunya dibawa olek Laksamana Cheng Ho pada era Dinasti Ming, memiliki filosofi keberuntungan serta harapan yang baik untuk masa depan.
Wingko babat, adalah makanan khas Lamongan, kemudian berkembang ke Semarang. Penganan yang memiliki rasa legit ini, terbuat dari campuran tepung beras ketan, , parutan kelapa muda, serta gula pasir. Bentuknya yang bulat memiliki symbol tekad yang bulat.
Lepet merupakan jajanan pasar yang bertekstur kenyal, terbuat dari beras ketan parutan kelapa dan sedikit garam. Kata lepet memiliki makna kata silep atau simpan yang rapat. Sebagai manusia, kita sering melakukan kesalahan, dan sebaiknya kita tidak mengumbar aib diri kita maupun orang lain. Lebih baik kita diam dan memaafkan.
Getas adalah jajanan lawas khas Surabaya. Terbuat dari ketan hitam, parutan kelapa kemudian dibalut dengan gula pasir. Filosofi yang bisa kita ambil dari kue getas ini adalah, jika ingin hidup senang, maka berusahalah keras, jangan malas.
Dadar gulung adalah pancake khas Indonesia, kemudian diisi dengan unti yaitu kelapa parut yang dicampur gula merah, selanjutnya digulung. Filosofinya adalah, kita bisa luwes dan kuat menghadapi riak kehidupan, apabila sering menghadapi masalah.
Apem, kue yang terbuat dari tepung beras ini, memiliki makna meminta ampunan, dan menjadi symbol saling memaafkan antara sesama.
Getuk lindri adalah jajan pasar yang terbuat dari singkong yang ditumbuk halus, kemudian diberi pewarna dan parutan kelapa di atasnya. Getuk lindri mengajarkan kita kesederhanaan.
Lemet, kue yang terbuat dari campuran parutan singkong, parutan kelapa serta gula merah. Masyarakat Melayu desa Kwala Sikasim memaknainya sebagai rasa syukur akan hasil panen yang mereka dapat.
Apa yang bisa kita petik?
Kamu pasti pernah tahu dengan peribahasa, tak kenal maka tak sayang. Peribahasa ini juga bersinergi dengan kesukaan terhadap jajanan pasar, jika kita tidak mengenal, bagaimana bisa kita menyayanginya?
Jajanan pasar selain membangkitkan kenangan masa kecil, juga memberikan inspirasi tentang filosofi yang bisa serap ilmunya.
Namun, lebih dari itu, dengan membeli jajanan pasar dari pedagang – pedagang kecil, secara pasti kita membantu mereka untuk terus survive.
Kita tidak bisa menutup mata, bagaimana para Ibu – Ibu giat bekerja, guna menambah income keluarga. Ada tetangga saya, suaminya kuli bangunan, dan dia tiap hari bangun pukul dua dini hari untuk membuat kue – kue basah, kemudian dititipkan ke warung – warung. Jumlahnya tidak banyak, sesuai kapasitas saja, karena dia membuat kuenya skala rumahan.
Ini yang sering membuat saya kagum, bagaimana para ibu – ibu bekerja keras, guna menyokong ekonomi keluarga, dan kita selayaknya membantu mereka, dengan membeli hasil karya mereka.
Percayalah, mereka berjualan bukan untuk menambah lifestyle, tapi untuk survive. Buat hidup, buat bayar sekolah anak. Bukankah itu lebih baik, daripada kita memperkaya orang yang sudah tajir melintir.
Yuk ah, mulai hari ini dan seterusnya, kita cintai jajanan pasar. Bukan hanya bangga terhadap kuliner Indonesia, tindakan kita juga membantu penjual untuk terus berdaya.
Terus, apabila kamu sedang mencari inspirasi masakan, tak ada salahnya mampir ke sini.
Salam cinta dari Bali.