Mudik – Menurut KBBI arti mudik adalah pulang ke kampung halaman. Pulang di sini artinya pulang ke rumah atau ke tempat asal.
Ada pula yang menyebutkan istilah mudik berasal dari Jawa Ngoko “mulih dillik” (pulang sebentar).
Setelah sekian lama hidup diperantauan, mudik tentu saja membawa gairah dan cerita sendiri. Mulai dari serunya perjalanan hingga melayani kekepoan orang.
Saya paham, kenapa banyak orang rela berhutang demi mudik? Selain oleh rasa kangen bertemu dengan orang tua dan sanak saudara. Mudik bisa menjadi jalan ninja untuk ajang pamer keberhasilan, mengingat salah satu kebutuhan manusia adalah keberadaannya untuk DIAKUI.
Rela berhutang demi diakui
Satu sisi bagus, hal ini bisa memicu semangat, di sisi lain buruk, sebab bisa membuat orang gelap mata demi membalas ego yang tersakiti, dan memenuhi tuntutan sosial yang nir empati. Maka segala cara dipakai, lupa mengukur diri sendiri. Sudah tahu budget pas pasan, eh nekad beli Iphone, beli mobil baru, perhiasan, de el – el.
Lebih ngeri lagi, sampai dibela – belain pinjol. Saat balik ke perantauan bukannya happy malah kepala cenat – cenut mikirkin cicilan. Akhirnya bisa ditebak, kian babak belur sendiri hidupnya. Kalau saya enggak deh.
Tiba – tiba nasehat almarhumah Mama terlintas di kepala. “Nduk, gak usah pulang ke kampung, kalau kamu gak punya uang. Biar gak jadi omongan orang.”
Mulanya saya syok menerima wejangan yang tak biasa itu. Tapi setelah ditelaah lebih dalam, rupanya kata – kata sarkas Mama untuk memproteksi saya supaya hati saya tidak sakit hati ketika menerima cemoohan tetangga sekitar.
Tahulah, omongan orang, kadang kita tidak bisa mengontrol mulut mereka untuk mengatakan apa pun tentang kita.
Ini terbukti, ketika ekonomi kami bagus, banyak orang yang memuji – muji, dan mau menempel. Mereka kelihatan seperti kawan baik yang mensupport.
Anehnya, ketika kami bertubi – tubi diterjang bada kehidupan. Satu – persatu menjauh, boro – boro memberi bantuan, bertanya kabar aja kagak. Dari situ saya mulai lebih jeli menilai orang, dan dengan suka cita mengeluarkan mereka dari kehidupan saya.
Ngapain juga bersedih, mempertahankan orang yang mau memanfaatkan kita? Big No.
Sikap saya berdasarkan sikap mereka, baik itu pertemanan maupun persaudaraan. Jika mereka baik, saya pasti lebih baik, kalau mereka cuek, ya ikut cuek. Semuanya just skin to skin, tak lebih, asal tidak menyakiti saja. Sebaliknya, jika mereka berlaku jahat, ya saya maafkan, tapi setelah itu jaga jarak, tidak membenci, hanya jaga kewarasan.
Pertanyaan sensitive saat mudik
Saya juga memahami, kenapa orang enggan mudik dan bertemu dengan keluarga besar.
Kapan nikah?
Kerja di mana?
Berapa gajinya?
Punya anak berapa?
Kok cuma satu anaknya? Bikin lagi dong.
Nyesek memang melayani pertanyaan yang belum kita capai. Tapi, terima saja. Jika mau jawab ya jawab, kalau gak senyumin aja.
Aslinya mereka itu gak peduli sama kamu. Yang mereka pedulikan sejauh mana mereka bisa mengambil sesuatu dari kamu. Bersikaplah bijaksana. Gak usah ngoyo sekedar mendapat hore – hore sesaat. Toh, mereka takkan peduli, jika kamu jatuh. Paling banter, kamu akan jadi gosip.
Lebih baik kamu fokus memberikan kebahagiaan dan memintal memori dengan ortu atau simbah jika mereka masih ada. Percaya deh, mudik dan lebaran kamu akan hambar, jika mereka sudah tiada.
Akhir kata salam mudik. Hati – hati di jalan, ya! Kalau kamu bingung mencari inspirasi masakan rumahan sehari – hari selama kamu mudik, boleh banget intip sajian menu – menu lauk pauk low budget, makan siang low budget atau langsung berkunjung ke chanel Youtube Dapur sukabeda