Late post lebaran yang tak lagi sama – Beryukurlah kamu, ketika bisa bertemu dan berkumpul bersama kedua orang tuamu, percayalah, jika mereka tidak ada, hidupmu tidak akan pernah sama lagi. Kamu tidak bisa memeluk, maupun mendengar suaranya. Kamu hanya bisa bertemu mereka lewat doa dan mimpi. Senangkah mereka di sana?
Ceritanya, tulisan ini mau saya post saat lebaran, akan tetapi, ada masalah dengan website dan alhamdulillah, Mas Endro, membantunya. Yuk, simak cerita lebaran saya.
Lebaran tanpa Mama
Ini adalah pertama kalinya lebaran tanpa Mama. Rasanya, Ya Allah sakit banget. Lebaran yang tak lagi sama dengan tahun – tahun sebelumnya. Meskipun kami tidak bertemu secara fisik, tetapi masih bisa video call, melihat wajah dan suaranya, hati ini sudah tenang dan bahagia.
H-1 lebaran, air mata ini tak mampu saya bendung, ada rasa hampa, seperti berjalan di lorong gelap tak berujung. Saya selalu ingat kata – kata Mama. “Nduk, Mama mau pulang, supaya bisa lebaran sama kamu.”
Kenyataannya, Mama pulang menghadap Allah.
Pas lebaran, mata saya bengkak parah, akibat kebanyakan menangis, pun begitu saat sholat Ied di masjid, tangis saya terus pecah. Bayangan Mama, Abah dan simbah terus melintas di pelupuk mata. Saya rindu sekali memeluk mereka.
Beda rasa kehilangan antara Abah, Simbah dan Mama
Ketika kita kehilangan orang yang kita sayangi, ada kesakitan yang tak bisa dideskripsikan dengan kata – kata.
Sewaktu kehilangan Abah dan Simbah, saya terpukul dan seminggu kemudian bisa bangkit. Saya lebih ikhlas, karena saya masih bisa memeluk jasad mereka untuk terakhir kalinya.
Sayangnya, saat Mama meninggal, saya terseok – seok untuk menerima. Bahkan saya menganggap itu hanya mimpi.
Mulut dan hati tidak pernah sinkron. Ada rasa marah pada diri sendiri, kenapa saya belum sukses, sehingga saya belum bisa kasih kebahagiaan sama Mama. Setidaknya saya masih bisa mencium jasadnya.
Mama adalah wanita kuat. Dia rela melepaskan kebahagiaannya sendiri, demi anak – anaknya. Bayangkan selama Covid, saat kondisi ekonomi keluarga kami, benar – benar berada di tepi jurang, Mama adalah orang pertama kali memasang badan supaya kami tidak jatuh.
Di saat orang lain tidak hadir, justru Mama yang menguatkan saya, “Ayo Nak jangan putus asa. Percaya Nak, Allah dan doa Mama selalu menyertaimu.”
Wajar, jika akhirnya saya limbung. Berminggu – minggu saya tidak mau makan, takut tidur, dan kehilangan motivasi. Langkah saya timpang, serasa tidak menginjak bumi, ngeleyang.
Tiba – tiba saya kangen kecerewetan Mama, padahal saat Mama masih ada, saya sangat gondok dengan sifat Mama yang satu itu, karena masih suka menganggap saya masih kecil.
Saya rindu makan rujak cingur sama Abah dan suara denting penggorengan Simbah. Hal – hal yang hanya bisa saya kenang sebagai kenangan indah.
Proses healing
Pelan – pelan saya healing, menerima kepergian Mama, dengan cara mendekatkan diri pada Allah. Alhamdulillah, luka hati dan kemarahan ini, perlahan mengikis. Saya mulai memahami. “Owh, gini, ya, rasanya jadi yatim – piatu?” Saya jauh mengerti perasaan mereka.
Apalagi simbah juga tidak ada, hanya ada Kakak dan saya. Di situ, saya mulai melihat dunia secara berbeda, membuat saya semakin sensitif merasakan kesakitan orang lain.
Saya sadar, tanpa bantuan Allah, saya tidak yakin, bisa kuat, bisa terus menulis novel di Goodnovel membuat buku Aksara buat Na, Dessert unyuk Lentera maupun produktif membuat video memasak untuk dapur sukabeda, sedangkan otak dan hati saya dalam suasana yang tidak baik – baik saja.
Kehilangan pada akhirnya membawa pelajaran, bahwa kehadiran Abah, Mama serta Simbah adalah surga dunia. Memiliki dan bisa bertemu mereka adalah suatu anugerah tak terhingga. Kasih sayang mereka tak pernah lekang oleh waktu. Mereka mau berkorban untuk kita.
Kehilangan juga mengajarkan kita untuk berempati, sabar, dan tulus menghargai waktu dengan orang – orang terkasih dan melewati proses semua kesakitan dengan damai.
Kehilangan membuat diri kita kuat dan bersyukur dengan waktu yang ada. Karena, kita tidak akan pernah tahu arti kehilangan, apabila kita belum melaluinya sendiri.
In the end, yuk sayangi orang tuamu selama mereka ada dan alihkan rasa sedihmu pada hal positif.
Selamat hari raya idul fitri 1444H. Minal aidzin wal faidzin, mohon maaf lahir bathin.