Jauh – jauh ke Pantai Petitenget hanya untuk lumpia! – Guyuran saus tauco yang berasa manis gurih di atas potongan lumpia, telah membuat jatuh hati!
Lumpia berisi toge dan digoreng garing, merupakan salah satu penganan yang menjadi ikonik pantai di Bali. Harganya berkisar 5000 – 7000 Rupiah, sangat terjangkau. Cara penyajiannya sangat unik, penjualnya melipat kerta minyaknya berbentuk segitiga menyerupai pincuk. Sedangkan alat makannya bukan dengan sendok atau garpu, melainkan tusuk gigi. Simple dan praktis, kita tinggal tusuk saja lumpia dan memasukkannya ke mulut.
Bumbu dan lumpiannya menyatu sempurna! Voila, enak!
Maka tak salah jika warga lokal menggandrungi makanan ini, dan tak afdol rasanya, jika kamu pergi ke pantai tanpa menikmati lumpia sembari menatap birunya laut. Hal sederhana yang begitu romantis.
Para penjual lumpia telah memiliki ciri khas supaya mudah dikenali oleh pengunjung. Mereka menata lumpia berbentuk lonjong, berwarna keemasan itu dengan rapi, beserta tempe goreng tipis, bakwan sayur, tahu goreng dan bumbu lumpia di wadah kaca persegi panjang.
Kemudian mereka menjajakannya keliling pantai, dengan membawa kotak kaca itu, di atas kepala, kadang pula di depan dada. Ada pula yang menenteng kursi sebagai tempat duduk. Pastinya itu bukan perkara mudah, terutama saat cuaca panas.
Jadi, sepulangnya menengok mertua, di perjalanan pulang ke Jimbaran, kami pergi mlipir ke Pantai Petitenget. Di pikir – pikir aneh juga jauh – jauh ke Pantai Petitenget hanya untuk lumpia!
Sejarah Lumpia
Ketika menikmati seporsi lumpia di pinggir pantai, saya tertarik untuk mencari tahu, sejarah lumpia yang ada di Bali. Terutama mulai kapan lumpia menjadi trend di sebagian besar pantai di Bali, khususnya di Pantai Sanur.
Berbicara mengenai lumpia di Pantai Bangsal Sanur, menurut saya bumbunya lebih enak, mlekok, gurih, manis, dan asinnya pas. Sedangkan di pantai lain semisal Pantai Petitenget, rasanya B saja, tapi itu tak mengurangi kecintaan saya akan lumpia lokal.
Sayangnya, saya belum menemukan referensi tentang hal itu. Justru saya menemukan hal menarik lainnya tentang lumpia.
Di sini saya menulisnya, supaya ada tambahan ilmu akan sejarah kuliner, mengingat lumpia merupakan makanan favorit, jutaan orang menyukainya.
Menurut artikel yang saya rangkum, lumpia diperkirakan berasal dari Tiongkok, yaitu pada masa Dinasti Jin (265-420 M), versi awal lumpia ini sangat berbeda dari yang kita kenal sekarang, dan dibuat dengan memasukkan sayuran dan daging cincang ke dalam pancake gandum tipis. Kemudian menyajikannya pada musim semi.
Selanjutnya, seiring berjalannya waktu, lumpia berevolusi. Pada masa Dinasti Tang (618-907 M). Pembungkus lumpia berbahan dasar beras giling dan air menggantikan pembungkus berbahan dasar gandum. Inovasi ini melahirkan pembungkus lumpia yang halus dan tembus pandang.
Lumpia, dengan bungkusnya yang krispi dan isian beragam, merupakan kuliner favorit yang mana jutaan orang menikmatinya di seluruh dunia.
Setelah itu, lumpia menyebar ke wilayah Asia, termasuk Vietnam, Thailand dan Indonesia. Di Vietnam, lumpia berisi berbagai bahan, seperti udang, bumbu dapur, bihun, dan daging babi, lalu disajikan dengan saus celup.
Di Thailand, lumpia biasanya berisi campuran sayuran dan terkadang daging cincang, lalu digoreng hingga garing keemasan.
Lumpia di Indonesia
Sementara di Indonesia sendiri, konon lumpia masuk ke Semarang pada abad ke 19 yang diperkenalkan oleh seorang pendapat dari Fujian bernama Tjoa Thay Joe. Saat itu lumpia berisi rebung dan babi cincang.
Kemudian dia jatuh cinta dengan warga lokal bernama Wasih. Mereka lalu menggabungkan ide dengan membuat lumpia berisi campuran daging ayam, udang dan rebung.