Pantai Bangsal Sanur dan jeritan pedagang – Dibalik keindahan Pantai Bangsal dan ombaknya yang landai, ternyata menyimpan tangis dan pengharapan tak berujung para pedagang kecil.
Pantai Bangsal terletak di Jalan Hang Tuah, Sanur, tepatnya tidak jauh dari Warung Mak Beng yang legendaris, dan dekat dengan Pantai Matahari Terbit – tempat spektakuler untuk melihat sunrise.
Destinasi wisata unggulan di Denpasar
Kawasan Pantai Sanur, termasuk Pantai Bangsal, matahari terbit, Mertasari dan Sindu merupakan tujuan wisata primadona di Denpasar. Pantainya bersih, memiliki pasir putih dan ombaknya tenang, menjadikan daerah ini selalu masuk ke itinerary liburan Bali.
Selain itu, pantainya tak hanya nyaman untuk berenang, bermain kano maupun untuk snorkeling dan menyelam adalah daya tarik sendiri bagi wisatawan mancanegara dan domestik khususnya.
Tiap weekend pantai ini dan liburan sekolah, pantai ini selalu ramai dikunjungi warga lokal dan bis – bis yang membawa pengunjung dari luar Bali berwisata ke sini.
Biaya sewa aktivitas di Pantai Bangsal.
Ada banyak tempat menyewa kano dengan biaya sekitar 20.000 – 25.000 ribu, sewa bola sekitar 5.000 – 10.000 ribu Rupiah atau berkeliling sepeda keliling pantai.
Sementara, ada dua pilihan sepeda, yaitu sepeda gayung dan sepeda elektrik. Biaya sewanya perjam sekitar 10.000 – 30.000 ribu Rupiah.
Waktu saya berkunjung kemarin, seru juga melihat orang – orang bergembira berkeliling pantai menggunakan sepeda, dan kebanyakan mereka menyewa sepeda elektrik, menyusuri pathway yang nyaman.
Cerita pedagang di Pantai Bangsal
Setiap bermain di pantai, saya selalu mencari lumpia, sayangnya pedagang lumpia tidak ada di kawasan pantai Jimbaran. Mereka hanya ada di sekitaran pantai Canggu, Seminyak, Kuta dan Sanur. Meskipun sama – sama lumpia, tetapi “rasa” sausnya berbeda satu sama lain.
Sehingga ketika bisa bermain di Pantai Bangsal, mencari lumpia adalah salah satu priority juga. Heheheh, soalnya rasa sausnya lebih enak, menurut saya lho.
Harga perporsi 6.000 ribu rupiah. Berisi 3 irisan lumpia atau gorengan lain seperti bakwan dan tempe goreng. Kemudian saya bertemu dengan ibu tua yang menjual lumpia. Saya pun tergerak mendekatinya. Dagangan ibu itu masih banyak. Kami lalu mengobrol, menurut cerita beliau, dia aslinya dari Karangasem, dan menyewa tempat di Denpasar. Suaminya sudah lama meninggal. Setelah dermaga fastboat dipindahkan, pendapatan beliau menurun drastis.
Dari sini, hati saya mulai sedih. Saya selalu tak tega mendengarkan cerita ibu – ibu yang berjuang untuk mencari nafkah.
Area ini sebelumnya menjadi dermaga kapal fastboat menuju Lembongan dan Nusa Penida. Saya lihat, memang terasa lengang, sangat berbeda ketika saya datang menikmati sunrise sebelumnya.
“Kenapa tidak pindah ke sana saja, Bu?” tanya saya perhatian.
“Mereka tidak mengijinkan kami, dan susah untuk berjualan. Setelah tamu membeli tiket mereka langsung masuk ke dermaga. Sedangkan di sini, tidak. Sambil menunggu kapal berangkat, mereka bisa membeli keperluan mereka,” ujarnya seraya tetap tersenyum, menyembunyikan kecemasan yang tergambar jelas di matanya.
Saya pun memahami, kenapa beliau tetap bertahan berjualan di Pantai Bangsal dan berharap pada pengunjung lokal membeli dagangannya. Saya yakin, semua pedagang yang berada di sekitar situ terkena imbasnya.
Namun mereka tidak menyerah pada nasib, dan tetap setia berjualan di sana.
Itulah sepenggal cerita Pantai Bangsal Sanur dan jeritan pedagang. Kalau kamu berwisata ke sana, tolong bantu mereka dengan membeli dagangannya. Mereka berjualan bukan untuk gaya hidup, tetapi untuk menyambung hidup.
Selanjutnya jika kamu mencari inspirasi resep masakan, kamu bisa mampir di Channel You tube dapur sukabeda.
Salam